Ada sebagian peruqyah yang menggunakan metode yang mereka sebut sebagai istihdharul jinn (mengundang jin). Jadi peruqyah tersebut mengundang jin yang dianggap sebagai penyebab penyakit yang diderita seseorang tanpa harus menghadirkan orang sakitnya
Pertanyaan:
Ada sebagian peruqyah yang menggunakan metode yang mereka sebut sebagai istihdharul jinn (mengundang jin). Jadi peruqyah tersebut mengundang jin yang dianggap sebagai penyebab penyakit yang diderita seseorang tanpa harus menghadirkan orang sakitnya. Si jin ini dimasukkan kepada diri orang yang lain (yang sehat) lalu disembuhkan. Lalu metode ini ditutup dengan pembacaan surat Al -Baqarah ayat 148. Salah seorang peruqyah mengklaim bahwa para ulama kibar dan mufti saudi di Saudi Arabia memfatwakan metode tersebut boleh dilakukan dan bahwasanya itu termasuk ruqyah syar’iyyah. Apakah ini benar?
Jawab:
Alhamdulillah,
Metode semacam ini tidak syar’i, karena beberapa poin:
Pertama:
Metode ini menyimpang dari ruqyah syar’iyyah. Karena ruqyah syar’iyyah harus dilakukan secara langsung kepada orang yang sakit, yaitu orang yang meruqyah membacakan ayat-ayat kepada orang yang sakit sehingga ia mendapatkan manfaat dari bacaan tersebut.
Disebutkan dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah jilid ke dua (1/92):
” الرقية لا بد أن تكون على المريض مباشرة ، ولا تكون بواسطة مكبر الصوت ، ولا بواسطة الهاتف ؛ لأن هذا يخالف ما فعله رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه رضي الله عنهم وأتباعهم بإحسان في الرقية ، وقد قال صلى الله عليه وسلم : ( من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد ) ” انتهى .
“Ruqyah harus dilakukan secara langsung kepada orang yang sakit, tidak dilakukan dengan perantara pengeras suara, atau telepon. Karena ini bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya radhiallahu’anhum serta para tabi’in dalam meruqyah. Sedangkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, ‘barangsiapa yang membuat perkara baru dalam perkara kami (perkara agama), yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka ia tertolak.‘”
Juga disebutkan dalam Fatawa Al- Lajnah Ad-Da`imah jilid ke dua (1/88-89):
” قد دل على جواز التداوي بالرقى فعل النبي صلى الله عليه وسلم وقوله وتقريره صلى الله عليه وسلم ، وقد أجمع على جوازها المسلمون بثلاثة شروط :
الشرط الأول : أن تكون الرقية بكلام الله تعالى أو كلام رسوله أو الأدعية المشروعة .
الشرط الثاني : أن تكون بلسان عربي أو بما يعرف معناه في الأدعية والأذكار .
الشرط الثالث : أن يعتقد الراقي والمريض أن هذا سبب لا تأثير له إلا بتقدير الله سبحانه وتعالى .
وهي تكون بالقراءة والنفث على المريض ، سواء كان يرقي نفسه أو يرقيه غيره … تكون على المريض مباشرة ، أو تكون بماء قليل يسقاه المريض ” انتهى .
“Dalil-dalil menunjukkan bolehnya berobat dengan ruqyah. Ini dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, disabdakan oleh beliau dan disetujui oleh beliau. Para ulama juga sepakat bolehnya berobat dengan ruqyah dengan tiga syarat:
- Ruqyah harus dengan kalamullah (Al-Qur’an) atau dengan kalam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan doa-doa yang disyariatkan
- Harus dengan bahasa Arab atau doa-doa dan dzikir yang dipahami maksudnya
- Peruqyah dan orang yang sakit meyakini bahwa ruqyah hanyalah sebab yang tidak bisa memberi pengaruh kecuali atas takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala
Caranya yaitu dengan membacakan ayat-ayat dan doa, serta meniupkannya kepada orang yang sakit. Baik ia meruqyah diri sendiri atau meruqyah orang lain… dilakukan kepada orang yang sakit secara langsung, atau dengan sedikit air yang diminumkan kepada orang yang sakit.”
Kedua:
Jin itu samar bagi kita keadaannya. Ia termasuk bagian dari alam gaib. Maka bagaimana bisa peruqyah merasa yakin bahwa jin yang ia hadirkan tersebut adalah jin yang menyebabkan sakitnya orang tersebut? Dari mana ia mengetahui bahwa orang yang sakit tersebut yang tidak ada di hadapannya itu sakit karena diganggu jin bukan karena sebab lain?
Maka perbuatan semacam ini adalah perkaranya para dukun, wajib untuk dijauhi. Barangsiapa ingin meruqyah, maka wajib baginya melakukan ruqyah syar’iyyah yang sesuai dengan sunnah Nabawiyyah.
Selain itu, memasukan jin kepada seseorang yang normal itu sama saja memberikan bahaya, juga penyakit dan juga was-was pada dirinya. Maka ini menjadi poin lain yang menambah terlarangnya ruqyah dengan metode semacam tersebut di atas.
Adapun klaim bahwasanya kibarul ulama Saudi membolehkan hal tersebut, maka telah kami bawakan di atas fatwa kibarul ulama bahwa ruqyah syar’iyyah harus dilakukan secara langsung kepada orang yang sakit.
Wallahu a’lam.
Sumber: https://muslim.or.id
from Jom Dakwah http://ift.tt/2tjr3fP
via Kuliah Islam
No comments:
Post a Comment