Manusia tidak dapat hidup sendiri dan butuh orang lain untuk tetap bertahan hidup. Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politicon, yaitu makluk sosial. Dikatakan makhluk sosial karena tanpa teman dan berinteraksi dengan orang lain mustahil manusia betah hidup di dunia. Oleh sebab itulah, Allah SWT menciptakan Adam beserta Hawa agar manusia terus berkembang dan hidup bersama-sama.
Untuk mememuhi kebutuhan sosial tersebut, manusia butuh pertemanan atau persahabatan. Imam al-Ghazali mengibaratkan pertemanan ibarat akad nikah. Konsekuensi dari akad tersebut adalah seseorang diharuskan untuk memenuhi hak-hak pasangannya. Al-Ghazali mengatakan:
اعلم أن عقد الأخوة رابطة بين الشخصين كعقد النكاح بين الزوجين وكما يقتضي النكاح حقوقا يجب الوفاء بها قيام بحق النكاح كما سبق ذكره في كتاب النكاح فكذا عقد الأخوة فلأخيك عليك حق في المال والنفس وفي اللسان والقلب بالعفو والدعاء وبالإخلاص والوفاء وبالتخفيف وترك التكلف
“Jalinan tali persahabatan antara dua orang seperti halnya akad nikah suami-istri. Dalam pernikahan terdapat hak yang harus dipenuhi sebagaimana disebutkan sebelumnya pada pembahasan nikah. Demikian pula dalam persahabatan ada kewajibanmu untuk memenuhi hak saudaramu, baik yang berkaitan dengan harta, jiwa, tutur kata, dan hati: dengan memberikan maaf, keikhlasan, pemenuhan janji, dan meringankan beban.”
Dalam persahabatan terdapat etika dan hak yang harus kita jaga. Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan banyak hal terkait hal ini. Setidaknya terdapat empat hal yang harus diperhatikan dalam menjaga hubungan persahabatan. Keempat hal itu sebagai berikut:
Pertama, seyogyanya seseorang memberikan sebagian hartanya kepada temannya. Dalam hal ini, imam al-Ghazali membagi persahabatan dalam tiga tingkatan: tingakatan paling rendah adalah orang yang memosisikan sahabatnya seperti seorang pembantu. Dia akan memberikan harta kepada sahabatnya bila terdapat kelebihan; tingkatan menengah adalah orang yang memperlakukan sahabatnya seperti dia memperlakukan dirinya sendiri. Mereka tidak membedakan sahabat dengan dirinya sendiri; sementara tingkatan paling tinggi adalah orang yang memosisikan sahabatnya di atas dirinya sendiri. Dia rela mengorbankan hartanya untuk sahabatnya.
Kedua, membantu sahabat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum dia meminta bantuan. Seseorang mesti mengetahui bagaimana kondisi temannya, terutama kondisi ekonomi keluarga atau dirinya sendiri. Supaya bila terdapat kesusahan kita dapat membantu mereka tanpa harus diminta terlebih dahulu.
Ketiga, tidak melakukan sesuatu yang dibencinya. Tentu tidak semua orang suka dengan perilaku dan karakter kita. Alangkah baiknya pada saat bertemu teman, kita tidak melakukan hal-hal yang tidak disukai teman. Keempat, bertutur kata sopan dan memujinya. Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak suka pujian. Karenanya untuk memperkuat persahabatan, sering-seringlah memujinya.
Keempat hal di atas hanyalah sebagian dari etika persahabatan yang disebutkan al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin. Semoga keempat etika tersebut dapat diamalkan pada saat bergaul sesama manusia. Wallahu a’lam
Sumber : http://www.nu.or.id
from Jom Dakwah http://ift.tt/2trPw3L
via Kuliah Islam
No comments:
Post a Comment