Keputusan untuk menikah memang merupakan sesuatu yang besar. Memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup dengan seseorang dan menerima kebaikan dan keburukannya dalam satu paket tentu memerlukan pikiran yang matang. Menikah pun bukan hanya menyatukan dua insan dalam ikatan yang diridhai Allah, melainkan menyatukan dua keluarga dengan sifat yang berbeda-beda. Oleh karena itu pertimbangan yang matang dan realistis menjadi sesuatu yang penting.
Untuk mengetahui seberapa besar kesiapan diri berlayar dalam bahtera rumah tangga, berikut ini ada beberapa pertanyaan yang seharusnya ditanyakan pada diri sendiri.
Mengapa kita ingin menikah ?
Saat melihat teman-teman sebaya sudah menikah, biasanya para single lillah juga merasa ingin menikah. Sayangnya, keinginan tersebut juga mungkin tidak luput dari tujuan-tujuan yang bukan seharusnya. Misalnya, bosan diberondong pertanyaan ‘kapan menikah?’ atau tidak tahan dengan kesendirian dan lain sebagainya.
Sebaiknya, luruskan niat menikah terlebih dahulu. Jangan menikah karena bosan atau hanya karena melihat teman. Menikahlah karena Allah. Menikahlah karena tidak ingin mendapat kemurkaan dari Allah sebab zina-zina hati yang secara tidak disadari bergelayut setiap hari. Menikahlah karena kesiapan diri, dengan begitu kita akan paham bahwa menikah bukan hanya soal bersenang-senang melainkan perjuangan.
Sudah sesiap apa kita ?
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu (baa’ah) menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng). (HR. Al-Bukhari)
Istilah baa’ah atau mampu dalam hadits diatas sebagai kemampuan untuk berjima’ oleh jumhur ulama. Meskipun begitu, tetap saja menikah tidak hanya didasari pada kemampuan tersebut saja. Kemampuan dan kesiapan dalam hal lain seperti agama, mental, finansial juga harus diperhatikan. Dengan kesiapan tersebut, maka keraguan yang selama ini menghantui akan senantiasa terkikis.
Untuk itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan demi memperkuat kesiapan diri menghadapi pernikahan yaitu banyak membaca buku tentang pernikahan, ikut seminar pra nikah atau bertanya mengenai pengalaman menikah pada orang tua atau orang lain yang sudah menikah.
Bagaimana dengan restu orang tua?
Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa menikah bukan hanya menyatukan dua hamba Allah dalam ikatan suci melainkan menggabungkan dua keluarga yang tentu saja memiliki pandangan dan sifat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, mendapatkan pemahaman dan restu dari orang tua menjadi salah satu hal yang harus dipastikan sebelum menjalani pernikahan. Bagaimanapun restu dari orang tua merupakan restu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Nah, setelah pertanyaan tersebut sudah bisa kita jawab hal yang seharusnya kita lakukan adalah tawakal. Menyerahkan semua rencana pada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta terus berdo’a dan berikhtiar.
Sumber : http://ift.tt/1NRLuiS
from Jom Dakwah http://ift.tt/2eMiJx3
via Kuliah Islam
No comments:
Post a Comment