Monday, 13 March 2017

KENAPA TASAWUF KIAN DIPERLUKAN DI ZAMAN MODEN?



JELASLAH tasawuf  sangat dibutuhkan menjadi semangat era global dan modernisme yang gersang dari nilai-nilai spiritualitas. Sejarah kejumudan dan kemunduran umat Islam bukan disebabkan doktrin dan ajaran tasawuf, melainkan justeru akibat umat Islam meninggalkan nilai-nilai tasawuf dan terjebak dalam kubangan fitnah duniawi.


Tasawuf yang dipraktikkan  secara sebenarnya otomatis akan menjadi metod efektif dan impresif untuk menghadapi tantangan zaman. Bagi kaum sufi, apapun zamannya atau apapun bergejolakknya dunia akan dihadapi dengan jernih, objektif dan ketenangan[thuma’ninah]. Dalam ungkapan Imam al-Junaid,Ash-shufi ibnu waqtihi [seorang sufi adalah anak zamanya. Ash-shufi kal ma’i, la launa, launuhu launu ‘inaih, [seorang sufi bagikan air tidak memiliki warna tertentu. Warnanya adalah warna  tempatnya]. Justeru kaun sufi  yang terbiasa dengan kehidupan nyata, walau hatinya telah melampaui kenyataan lahiriah, akan menempatkan dinimika kehidupan pada tempat yang proporsional. Maka, dengan demikian tasawuf  merupakan “revolusi spiritual” [ ats-tsaurah ar-ruhiyyah].


Kenyataan ini tentunya sangatlah tidak ganjil mengingat adanya proporsionnalitas antara ilmu, amal dan kebersihan hati [tashfiyatu al-qalbi]. Sebab, ilmu dan amal yang tidak disertai dengan kebersihan hati yang diproses melalui  pelatihan sufistik bagi kaum sufi dipandang sia-sia belaka. Seseorang yang telah tercerahkan melihat seluruh alam ini dengan hatinya. Dia mempersembahkan hatinya sebagai tempat suci  bagi ibadah kepada Allah di tengah alam semesta. Dia melihat bukti-bukti kehadiran Allah, kapan saja dan di mana saja. Namun, bagi orang yang awam dalam masalah spiritual, tampak bahwa Allah lebih terasa hadir pada waktu dan tempat khusus dari pada di tempat dan waktu yang lain.


Tujuan utama dari semua praktik kesufian adalah membangkitkan pengalaman kepada kebenaran yang tidak terbatas yang sesungguhnya secara  natural telah terbentang dalam hati setiap manusia. Secercah cahaya yang memancar dari dalam tidak terhitung dan tidak terbatas dalam kombinasi mereka yang meliputi semua sifat dan kemudian hakikat adalah satu. Sufi yang sejati tidak akan berhenti sebelum mantap dalam pengetahuan tentang hakikat itu, dan ketika hal itu terjadi, semua cahaya lain, semua manifestasi dan sifat yang agung meluber dalam pancaran sinar dan kebangkitan batin.


Puncak kesufian terlukiskan dalam ungkapan, “Kita ini sebenarnya “tidak ada”. Tapi kita diadakan oleh yang “Ada”. Yang “Ada” sebelum kata “ada” itu “Ada”. Maka yang “Ada” hanyalah yang ‘Ada”. Dan kita menggunakan kata “ada” kerana ada yang “Ada”Dan kita menggunakan kata “tidak ada” kerana ada yang “Ada”, iaitu Allah”.Dalam pengungkapan kata ganti “aku”, “engkau” dan “dia” misalnya “aku Ahmad”. “engkau Hussein”, dan “dia Hasan”, maka ketika  tiga orang tersebut sudah tidak ada, kembalinya “aku”, “engkau” dan “dia” hanyalah pada “Aku” yang tidak pernah mati, iaitu la ilaha illa ana dan Engkau” yang selamanya ada, iaitu la ilaha illa anta serta “Dia yang selamanya hidup, iaitu la ilaha illla huwa. Jadi hakikatnya “Aku”, “Engkau” dan “Dia” adalah Allah SWT. Kita hanya mendapatkan pinjaman sampai batas usia tertentu.


Pada akhirnya menjadi semakin jelas bahwa sesungguhnya  zaman modern ini justeru lebih membutuhkan tasawuf  daripada zaman orang-orang terdahulu. Zaman modern ini mengundang banyak godaan dan tantangan yang bisa menjerumuskan manusia pada tingkatan yang rendah di berbagai aspek. Sebab, sejatinya manusia yang beradab adalah manusia yang hatinya berfungsi akktif mulai daribashirah hingga fuad.


Negeri kita di era kepimpinan baru saat ini yang tengah bersemangat menggemakan “revolusi mental” tentunya bisa menjadi harapan baru yang lebih beradab. Setelah sekian lama bangsa kita merasakan pudarnya nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, soldiritas yang akarnya adalah kejatuhan mental, sehingga bangsa kita ini mudah dimasuki oleh berbagai pengaruh, khususnya pengaruh asing seperti kapitalisme, liberalisme serta radikalisme dan terorisme. Maka dengan sangat jelas dan urgen, “revolusi mental” membutuhkan “amunisi” yang lebih mendalam dan mendasar dalam mendongkark dan membangun mentalitas bangsa yang sempurna iaitu melalui  “revolusi spiritual”yang berbasiskn pada tasawuf.


Para sufi telah merumuskan suatu pemahamanbathiniyah yang sangat substanif-holistik dengan mengejawantahkan nilai-nilai esoteris keagamaan dan kemanusiaan yang adiluhung. Mereka berangkat dari satu pengalaman sufistik yang begitu mendasar dan mendalam. Pemikiran universalis dalam revolusi yang dirumuskan para sufi ini merupakan estafeta pemikiran yang telah berlangsung lama dalam ranah dunia kesufian. Suatu pengungkapan yang secara otentik dan bersandar dari hasil penjelajahan intensif dalam samudera keilmuan dan pengalaman jiwa-batini. Walhasil, kita perlu mambangun bangsa ini melalui “revolusi spiritual” berkultur sufisme.


Demikian yang dapat saya sampaikan dalam pidato ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan nur cahaya-Nya kemudian ma’unah dan karamah-Nya kepada kita semua, Wallahul muwafiq ila aqwanithariq.”.




Sumber : pondokrahmat


from Jom Dakwah http://ift.tt/2nwLiRa
via Kuliah Islam

No comments:

Post a Comment