Sering kita dapati hadits-hadits yang menyebutkan dosa-dosa besar dengan menggunakan lafadz “tidak masuk surga yang demikian dan demikian ” apakah maksudnya orang yang melakukan perbuatan dosa yang disebutkan dalam hadits tersebut tidak akan masuk surga dan kekal di neraka sebagaimana pemahaman kaum Khawarij? Simak pembahasan berikut.
Hadits “Tidak Masuk Surga…”
Beberapa hadits tersebut diantaranya:
لا يدخل الجنة منان ولا عاق ولا مدمن خمر
“Tidak masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut pemberian, orang yang durhaka terhadap orang tua, dan pecandu khamr” (HR. Ahmad 11/99, An Nasa-i 5688, dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Takhrij Musnad Ahmad)
لا يدخل الجنة مدمن خمر لا مؤمن بسحر لا قاطع
“Tidak masuk surga pecandu khamr, tidak juga orang yang membenarkan sihir, tidak juga orang yang memutus silaturahim” (HR. Ibnu Hibban 6271, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 678)
ثلاثةٌ لا يَدخلُونَ الجنةَ: العاقُّ لِوالِدَيْهِ ، و الدَّيُّوثُ ، ورَجِلَةُ النِّساءِ
“Tidak masuk surga orang yang durhaka terhadap orang tuanya, dayyuts (suami yang membiarkan keluarganya bermaksiat), dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 10/226, Ibnu Khuzaimah dalam At Tauhid 861/2, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, 3063)
لا يدخل الجنة من لا يأمن جاره بوائقه
“Tidak masuk surga orang yang tetangganya merasa tidak aman dari keburukannya perilakunya” (HR. Ahmad 14/262, dishahihkan Ahmad Syakir dalam Takhrij Musnad Ahmad)
من قتل معاهدا لم يرح رائحة الجنة إن ريحها توجد من مسيرة أربعين عاما
“Barangsiapa membunuh orang kafir mu’ahhad, ia tidak mencium wangi surga padahal wangi surga itu tercium dari jarak empat puluh tahun” (HR. Al Bukhari 3166)
صنفان من أمتي لم أرهما قوم معهم سياط مثل أذناب البقر يضربون بها الناس ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات رؤوسهن مثل أسنمة البخت المائلة لا يدخلون الجنة ولا يجدون ريحها وإن ريحها لتوجد من مسيرة كذا وكذا
“Ada dua golongan dari umatku yang belum pernah aku lihat: (1) suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang-orang dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, walaupun wanginya surga tercium sejauh jarak perjalan sekian dan sekian” (HR. Muslim 2128)
secara zhahir hadits-hadits ini menunjukkan bahwa pelaku dosa-dosa tersebut tidak akan masuk surga. Kaum Khawarij memahami dari hadits-hadits ini bahwa pelaku dosa besar itu kafir dan kekal di neraka. Ini adalah pemahaman yang menyimpang.
Dalil-Dalil Tidak Kafirnya Pelaku Dosa Besar
Ahlussunnah Wal Jama’ah berkeyakinan bahwa seorang mu’min yang melakukan dosa besar tidaklah kafir selama masih ada iman di hatinya, selama ia tidak mati dalam keadaan musyrik. Ia akan diadzab di neraka namun tidak kekal di dalamnya. Diantara dalilnya, firman Allah Ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An Nisa: 48)
sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنَ إِيمَانٍ
“Tidak akan masuk neraka orang yang masih memiliki iman seberat biji sawi” (HR. Muslim 91)
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ
“Barangsiapa bersyahadat ‘Laailaaha Illallah’ dan ‘Muhammad Rasulullah’, Allah mengharamkan neraka baginya” (HR. Al Bukhari 6938, Muslim 29)
من مات وهو يعلمُ أنَّه لا إلهَ إلَّا اللهُ دخل الجنَّةَ
“Barangsiapa mati dalam keadaan mengilmui bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, ia masuk surga” (HR. Muslim 26)
dan dalil-dalil yang lain…
Dua Buah Kaidah
Untuk memahami makna hadits “tidak masuk surga…”, perlu dipahami 2 kaidah:
Kaidah 1: Surga itu banyak dan bertingkat-tingkat
Diantara dalilnya, firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَى جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ مَنْ تَزَكَّى
“Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia),
(yaitu) surga-surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan)” (QS. Thaha: 75-76)
sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
إنَّ في الجنةِ مائةَ درجةٍ ، أعدَّها اللهُ للمجاهدين في سبيلِه ، كلُّ درجتيْنِ ما بينهما كما بين السماءِ والأرضِ ، فإذا سألتم اللهَ فسلُوهُ الفردوسَ ، فإنَّهُ أوسطُ الجنةِ ، وأعلى الجنةِ ، وفوقَه عرشُ الرحمنِ ، ومنه تَفجَّرُ أنهارُ الجنةِ
“Surga itu ada 100 tingkatan, yang dipersiapkan oleh Allah untuk para Mujahid di jalan Allah. Jarak antara dua surga yang berdekatan sejauh jarak langit dan bumi. Dan jika kalian meminta kepada Allah, mintalah surga Firdaus, karena itulah surga yang paling tengah dan paling tinggi yang di atasnya terdapat Arsy milik Ar Rahman, darinya pula (Firdaus) bercabang sungai-sungai surga” (HR. Al Bukhari 2790)
من أراد بحبوحةَ الجنةِ فلْيلزمِ الجماعةَ
“Barangsiapa yang menginginkan bagian tengah surga, maka berpeganglah pada Al Jama’ah” (HR. Tirmidzi no.2165, ia berkata: “Hasan shahih gharib dengan sanad ini”)
Kaidah 2: Ada orang yang masuk surga sebelum yang lain
Diantara dalilnya:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka” (QS. At Thur: 21)
firman Allah Ta’ala:
وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ
“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah)” (QS. Al Waqi’ah: 10-11)
sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
أول زمرة تلج الجنة صورتهم على صورة القمر ليلة البدر ، لا يبصقون فيها ولا يمتخطون ولا يتغوطون ، آنيتهم فيها الذهب ، أمشاطهم من الذهب والفضة ، ومجامرهم الألوة ، ورشحهم المسك ، ولكل واحد منهم زوجتان
“Rombongan yang pertama kali masuk surga berbentuk rembulan di malam purnama. Mereka tidak akan meludah, tidak akan berdahak, dan tidak akan buang air di dalamnya. Bejana-bejana dan sisir-sisir mereka terbuat dari emas dan perak. Tempat bara api mereka terbuat dari kayu wangi. Keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap mereka memiliki dua istri..” (HR. Al-Bukhari no. 3245 dan Muslim no. 5065)
يَدخُلُ فُقراءُ المسلِمينَ الجَنةَ قَبلَ أغنيائِهم بِنصفِ يَومٍ وهُو خَمسُمِائةِ عَامٍ
“Orang-orang miskin diantara kaum muslimin masuk surga lebih dulu dari orang-orang kayanya dengan selisih lamanya setengah hari akhirat, yaitu lima ratus tahun dunia” (HR. Tirmidzi 2354, ia berkata: “Shahih”)
dan dalil-dalil lainnya…
Dan perlu diketahui, orang mukmin ditinjau dari proses masuknya ke surga dapat kita golongkan menjadi 3 macam:
- Masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Diantara dalilnya, sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
أنه يدخل الجنة من أمته سبعون ألفا بغير حساب ولا عذاب فسأله الصحابة عنهم فقال: هم الذين لا يسترقون ولا يكتوون ولا يتطيرون وعلى ربهم يتوكلون“Sesungguhnya akan masuk surga 70.000 orang dari umatku tanpa hisab dan tanpa adzab. Para sahabat bertanya mengenai siapa mereka. Nabi lalu menjawab: mereka adalah orang yang tidak meminta ruqyah, tidak berobat dengan kay dan tidak ber-thathayyur dan mereka hanya bertawakkal kepada Rabb mereka” (HR. Al Bukhari 5705, Muslim 219)
- Dihisab terlebih dulu namun Allah mengampuni semua dosanya hingga ia masuk surga tanpa adzab. Diantara dalilnya adalah hadits shahih panjang yang disebut dengan hadits bithaqah. Yaitu seorang lelaki yang dihisab oleh Allah memiliki 99 lembar catatan keburukan, yang tiap satu lembar catatannya sejauh mata memandang. Namun ada satu kartu (bithaqah) saja yang berisi catatan kebaikan yaitu berupa tauhid yang murni sehingga Allah mengampuni 99 lembar catatan keburukannya (HR. Ahmad 11/176, At Tirmidzi 2639, Ibnu Majah 3488).
- Dihisab terlebih dahulu, lalu diadzab dineraka sesuai kadar dosanya, lalu masuk surga. Diantara dalilnya,
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنَ النَّارِ بَعْدَ مَا مَسَّهُمْ مِنْهَا سَفْعٌ، فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ، فَيُسَمِّيهِمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ: الْجَهَنَّمِيِّينَ “Kelak akan keluar dari neraka satu kaum yang telah hangus terbakar api neraka. Lalu mereka dimasukkan ke dalam surga. Mereka dinamakan oleh penduduk surga dengan sebutan Al-Jahannamiyyin (mantan penghuni neraka)” (HR. Al Bukhari 6559)
Apa Makna “Tidak Masuk Surga…” ?
Setelah mengetahui kaidah-kaidah di atas, sekarang simak penjelasan para ulama mengenai makna ‘tidak masuk surga…‘. Imam An Nawawi ketika menjelaskan makna lafadz ‘tidak akan masuk surga..‘ beliau mengatakan: “lafadz ini dita’wil dengan dua kemungkinan dengan menimbang beberapa pertimbangan. Pertama, maksudnya yaitu jika pelakunya menganggap halal perbuatan haram. Sehingga, karena sebenarnya ia tahu itu diharamkan agama, ia menjadi kafir kekal di neraka, tidak masuk surga. Kedua, maksudnya yaitu ia tidak masuk surga bersama rombongan pertama dari kalangan orang-orang yang beruntung” (Syarh Shahih Muslim, 17/191).
Al Munawi juga menjelaskan makna “tidak masuk surga…” dengan berkata, “tidak masuk surga secara mutlak jika ia menghalalkan perbuatan dosa tersebut atau maksudnya tidak masuk surga bersama rombongan pertama yang masuk surga jia ia tidak menganggap itu halal” (Faidhul Qadir, 4/428).
Asy Syaukani ketika menjelaskan makna hadits “Tidak masuk surga pecandu khamr, tidak juga orang yang membenarkan sihir, tidak juga orang yang memutus silaturahim”, beliau berkata: “hadits ini merupakan dalil bahwa sebagian ahli tauhid ada yang tidak masuk surga. Yaitu mereka yang melakukan perbuatan dosa yang sebutkan oleh dalil bahwa pelakunya tidak masuk surga, semisal tiga perbuatan dosa tersebut, juga yang bunuh diri, juga yang membunuh kafir mu’ahhad dan perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Banyak riwayat yang menyatakan bahwa perbuatan dosa mereka itu menghalangi mereka untuk masuk surga. Sehingga hadits Abu Musa yang telah disebutkan dan juga hadits-hadits lain yang semakna di sini menjadi mukhashish (pengecualian) terhadap makna umum dari hadits-hadits semisal di atas, yang menyatakan bahwa ahli tauhid akan dikeluarkan dari neraka untuk masuk ke surga” (Nailul Authar, 7/213).
Syaikh Musthafa Al Adawi menjelaskan bahwa makna “tidak masuk surga…” tidak lepas dari dua kemungkinan:
- Orang yang melakukan dosa besar tersebut tidak masuk surga bersama golongan orang-orang yang masuk surga pertama kali. Ia mendapatkan adzab atas dosa yang ia lakukan (jika Allah tidak mengampuni dosanya), baru setelah itu dikeluarkan dari neraka dan masuk surga.
- Orang yang melakukan dosa besar tersebut tidak masuk pada jenis surga tertentu dari surga-surga yang ada (Mafatihul Fiqhi, 1/20).
Bisa Jadi Benar-Benar Tidak Masuk Surga
Orang-orang yang disebut hadits-hadits tersebut bisa jadi benar-benar tidak masuk surga dan kekal di neraka jika mereka menganggap halal (istihlal) dosa besar yang mereka lakukan, lalu mati dalam keadaan belum bertaubat. Semisal seseorang yang berzina dengan keyakinan bahwa zina itu halal, bukan karena hawa nafsu, padahal ia sudah mengetahui bahwa Islam melarangnya. Para ulama menyebut hal ini sebagai kafir juhud, yaitu orang yang meyakini kebenaran ajaran Rasulullah namun lisannya mendustakan bahkan memerangi dengan anggota badannya, menentang karena kesombongan. Ini seperti kufurnya iblis terhadap Allah ketika diperintahkan sujud kepada Adam ‘alaihissalam, padahal iblis mengakui Allah sebagai Rabb,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (QS. Al Baqarah: 34)
juga kufurnya Fir’aun terhadap Nabi Musa ‘alaihissalam dan kufurnya orang Yahudi terhadap Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan: “Seorang hamba jika ia melakukan dosa dengan keyakinan bahwa sebenarnya Allah mengharamkan perbuatan dosa tersebut, dan ia juga berkeyakinan bahwa wajib taat kepada Allah atas segala larangan dan perintah-Nya, maka ia tidak kafir”. Lalu beliau melanjutkan, “..barangsiapa yang melakukan perbuatan haram dengan keyakinan bahwa itu halal baginya maka ia kafir dengan kesepatakan para ulama” (Ash Sharimul Maslul, 1/521).
Wallahu waliyyut taufiq.
Sumber: https://muslim.or.id
from Jom Dakwah http://ift.tt/2fBb2NB
via Kuliah Islam
No comments:
Post a Comment