Wednesday, 31 May 2017

3 Waktu Terkabulnya Doa Di Bulan Ramadan

Image result for berdoa

ADA tiga waktu terkabulnya doa di bulan Ramadhan. Raihlah keutamaan tersebut dengan terus memperbanyak doa. Lalu Bilakah masa datangnya tiga waktu tersebut?

Allah Ta'ala berfirman,

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran, "(QS. Al-Baqarah: 186 ).

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahawa masalah ini disebutkan di sela-sela penyebutan hukum puasa. Ini menunjukkan mengenai anjuran memperbanyak do'a ketika bulan itu sempurna, bahkan diperintahkan memperbanyak do'a tersebut di setiap kali berbuka puasa. (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 2: 66).

Kenyataan yang dikatakan oleh Ibnu Katsir menunjukkan bahawa bulan Ramadhan adalah salah waktu terkabulnya do'a. Namun do'a itu mudah dikabulkan jika seseorang mempunyai keimanan yang benar.

Ibnu Taimiyah berkata, "Terkabulnya doa itu kerana benarnya i'tiqod, kesempurnaan ketaatan kerana di akhir ayat disebutkan, 'dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran," (Majmu'ah Al Fatawa, 14: 33-34).

Perihal Ramadhan adalah bulan do'a dikuatkan lagi dengan hadis dari Jabir bin 'Abdillah radhiyallahu' anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan, dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do'a, akan dikabulkan," (HR. Al Bazaar. Al Haitsami dalam Majma 'Az-Zawaid, 10: 14 mengatakan bahawa perowinya tsiqoh -terpercaya-. Lihat Jami'ul Ahadits, 9: 224)

Ada tiga waktu utama terkabulnya do'a di bulan Ramadhan:

1. Waktu sahur
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,

"Rabb kita tabaraka wa ta'ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman, "Siapa saja yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni, "(HR. Bukhari, no. 1145 dan Muslim, no. 758). Ibnu Hajar juga menjelaskan hadis di atas dengan berkata, "Doa dan istighfar di waktu sahur mudah dikabulkan." (Fath Al-Bari, 3: 32).

2. Saat berpuasa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,

"Tiga orang yang do'anya tidak tertolak: orang yang berpuasa hingga ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do'a orang yang dizalimi," (HR. Ahmad 2: 305. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahawa hadits ini shahih dengan berbagai jalan dan penguatnya).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Disunnahkan orang yang berpuasa untuk memperbanyak do'a demi urusan akhirat dan dunianya, juga ia boleh berdoa untuk hajat yang ia inginkan, begitu pula jangan lupakan do'a kebaikan untuk kaum muslimin secara umum," (Al -Majmu ', 6: 273).

3. Ketika berbuka puasa

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Ada tiga orang yang do'anya tidak ditolak: (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do'a orang yang dizalimi," (HR. Tirmidzi no. 2526, 3598 dan Ibnu Majah no. 1752. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahawa hadis ini hasan). Dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7: 278) disebutkan bahawa kenapa doa mudah dikabulkan ketika berbuka puasa iaitu kerana saat itu, orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.

sumber islampos.com


from Detik Islam http://ift.tt/2soNa0Z
via Masa Untuk Islam

Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid

Image result for Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid


Pertanyaan:
Bismillah
Ustadz, apakah wanita haid diperbolehkan untuk i’tikaf? Kemudian, apakah jika seseorang yang beri’tikaf kemudian keluar dari masjid untuk keperluan mubah yang kurang syar’i, lalu ia ingin beri’tikaf lagi di hari yang tersisa, apakah ia kemudian berniat i’tikaf lagi?
Syukran jazakallahu khairan
Dari: Fitri

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasullillah, wa ba’du
Ulama berbeda pendapat tentang hukum i’tikaf bagi wanita haid, nifas, atau orang junub.
Pertama,  haram dan tidak sah
Ini adalah pendapat mayoritas ulama (Fiqhul I’tikaf, Hal. 26).
Hanya saja, ulama hanafiyah menjadikan syarat suci dari haid atau nifas, untuk i’tikaf Ramdahan saja, kerana mereka berpendapat bahwa i’tikaf harus disertai puasa.
Kedua, wanita haid boleh i’tikaf dan hukumnya sah.
Ini adalah pendapat Madzhab Zahiriyah (al-Muhalla, 2:250). Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Musthofa al-Adawi dalam Jami’ Ahkam an-Nisa’ (5:232).
Jika dipetakan, sejatinya perselisihan pendapat dalam masalah ini kembali pada perselisihan mereka tentang dua hal:
  1. Apakah dalam i’tikaf disyaratkan harus disertai puasa?
  2. Bolehkah wanita haid, nifas, atau orang junub duduk di masjid?
Bagi ulama yang mempersyaratkan bahwa i’tikaf harus dilakukan ketika puasa, mereka menegaskan bahwa wanita haid atau nifas dilarang melakukan i’tikaf. Sebagaimana pendapat hanafiyah (Hasyiyah Ibn Abidin, 2:442)
Demikian pula ulama yang mengharamkan wanita haid atau nifas atau sedang junub masuk masjid, mereka menegaskan terlarangnya melakukan i’tikaf.
Di sisi lain, hambali membolehkan orang junub duduk di masjid, dalam kesempatan yang sama, mereka melarang orang junub melakukan i’tikaf. Karena i’tikaf tidak hanya cukup duduk sebentar. Mereka berdiam di masjid untuk rentang waktu tertentu, semalam atau sehari.
Lebih dari itu, terdapat sebuah riwayat dari A’isyah, beliau mengatakan
كن المعتكفات إذا حضن أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم  بإخراجهن من المسجد
“Dulu para wanita melakukan i’tikaf. Apabila mereka haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk keluar dari masjid.” (riwayat ini disebutkan Ibn Qudamah dalam al-Mughni 3:206 dan beliau menyatakan: Diriwayatkan oleh Abu Hafs al-Akbari. Ibnu Muflih dalam al-Furu’ 3:176 juga menyebutkan riwayat ini dan beliau nisbahkan sebagai riwayat Ibnu Batthah. Kata Ibnu Muflih: “Sanadnya baik”).
Sehingga kesimpulannya, pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, bahwa i’tikaf bagi wanita haid atau nifas atau junub statusnya terlarang, sampai mereka suci dan bersuci.
Meskipun demikian, bagi anda yang sedang mengalami haid atau nifas di 10 malam terakhir bulan ramadhan, kami harap tidak berkecil hati apalagi muncul perasaan marah terhadap ketetapan Allah. Karena setiap mukmin bisa mendapatkan keutamaan lailatul qadar, meskipun dalam kondisi hadats. Wanita haid atau nifas bisa melakukan amal apapun selama bukan ibadah yang dilarang. Keterangan selengkapnya bisa anda simak di: http://ift.tt/2sm6XOG
Allahu a’lam

Sumber : konsultasisyariah.com




from Jom Dakwah http://ift.tt/2rU7lHr
via Kuliah Islam

Niat Membatalkan Puasa, Apakah Batal Puasanya?

Related image


Pertanyaan:
Ustadz saya hendak bertanya. Ada yang bilang niat ibadah tidak boleh berubah selama kita menjalani ibadah itu. Benarkah?

Pengalaman saya. Saya pernah berpuasa Ramadhan. Sampai tengah hari saya sakit. Setelah ditahan-tahan ternyata saya tidak kuat dan merasa harus minum obat. Akhirnya saya berniat membatalkan puasa saya. Belum sampai saya batal, ternyata saya tertidur dan baru bangun saat maghrib. Sehingga secara teknis saya belum batal, tetapi secara niat sudah batal. Apakah puasa saya dianggap batal atau tidak?
Kemudian, bagaimana jika niat batalnya bukan karena halangan (sakit), tetapi karena tergoda untuk makan/minum. Tapi tidak jadi dibatalkan dan lanjut sampai maghrib?
Terima kasih atas perhatiannya.
Dari: Ryan
Jawaban:
Para ulama berselisih pendapat apakah niat untuk membatalkan puasa itu membatalkan puasa ataukah tidak.
Pendapat yang kuat, tidak membatalkan puasa.
Sehingga puasa Anda masih sah.

Sumber : konsultasisyariah.com




from Jom Dakwah http://ift.tt/2rU0WMp
via Kuliah Islam

Mimpi Basah Saat Puasa Ramadhan

Image result for Mimpi Basah Saat Puasa Ramadhan


Pertanyaan:
Apa hukum mimpi basah ketika puasa? Batalkan puasanya?

Jawaban:
Keluar mani ketika berpuasa, hukumnya ada dua:
1. Keluar mani tanpa sengaja, hukumnya tidak sampai membatalkan puasa.
Misalnya, mimpi basah di siang hari bulan Ramadan. Sebabnya, orang yang tidur tidak mampu mengendalikan mimpinya. Demikian pula, syahwat yang memuncak di kala mimpi basah hingga keluar mani, itu terjadi di luar kemampuannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رفع القلم عن ثلاثة عن المجنون المغلوب على عقله حتى يفيق وعن النائم حتى يستيقظ وعن الصبى حتى يحتلم
Pena catatan amal itu diangkat (tidak dicatat amalnya, pen.), untuk tiga orang: orang gila sampai dia sadar, orang yang tidur sampai dia bangun, dan anak kecil sampai dia balig.” (HR. Nasa’i 3432, Abu Daud 4398, Turmudzi 1423, dan disahihkan Syuaib al-Arnauth)
2. Mengeluarkan mani dengan cara disengaja dan dipaksakan, maka puasanya batal. Baik dengan cara onani maupun ketika bercumbu dengan istri, hingga keluar mani.
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin mengatakan,
“Termasuk pembatal puasa adalah mengeluarkan mani dengan syahwat (disengaja keluar, pen.). Yang demikian itu menyebabkan puasanya batal. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis Qudsi, “Allah berfirman,
يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي
‘Orang yang berpuasa itu meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena diri-Ku.‘” (H.R. Bukhari dan Abu Daud). (Liqa’at Bab Al-Maftuh, volume 50, hlm. 10)
Allahu a’lam.
Sumber : konsultasisyariah.com




from Jom Dakwah http://ift.tt/2rU73R1
via Kuliah Islam

Korek Hidung dan Telinga Membatalkan Puasa?

Image result for cotton bud


Pertanyaan:
Batalkah puasa seseorang saat dia mengorek telinga atau hidungnya? Itu batasannya seperti apa? Dan apakah ada dalil-dalilnya?
Jazakallah khoir
Dari: Ahmad

Jawaban:
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du…
Beberapa kesempatan, KonsultasiSyariah.com mendapatkan pertanyaan tentang hukum mengorek-ngorek hidung atau telinga, apakah bisa membatalkan puasa. Kami yakin ini bagian dari semangat kaum muslimin agar puasanya sah dan diterima oleh Allah. Sampai hal kecil semacam ini dikhawatirkan bisa membatalkan puasa.
Meskipun kekhawatiran ini unik, namun patut kita syukuri, karena tidak mungkin ini muncul selain karena kesadaran agar ibadahnya sah dan diterima oleh Allah.
Kaum muslimin yang budiman
Bagian dari kaidah yang perlu kita beri garis tebal, bahwa tidak ada perbuatan yang statusnya membatalkan puasa kecuali jika ada dalil yang menegaskan hal itu. Atau dengan ungkapan lain, kita tidak boleh menganggap bahwa suatu perbuatan tertentu bisa membatalkan puasa tanpa ada dalilnya. Karena semua pembatal ibadah telah dijelaskan oleh Dzat yang membuat syariat, melalui lisan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, siapa yang mengklaim bahwa perbuatan X bisa membatalkan puasa, sementara dia tidak memiliki dalilnya maka berarti dia telah bebicara atas nama Allah tanpa ilmu. Dan tentu saja ini hukumnya terlarang. Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, pengihatan, dan hati, semua itu akan dipertanggung-jawabkan.” (QS. Al-Isra’: 36).
Terkait hukum mengorek hidung atau telinga, kami belum menjumpai ada satu dalil-pun yang menunjukkan bahwa itu membatalkan puasa. Baik dalil khusus, maupun dalil umum. Andaipun kita analogikan dengan pembatal puasa yang kita kenal, seperti makan, minum, atau hubungan badan, tidak ada yang sesuai. Karena kita juga sepakat bahwa mengorek-ngorek hidung dan telinga tidak identik dengan makan, minum, apalagi hubungan badan. Karena dengan tegas bisa kita pastikan bahwa semua ini sama sekali bukan pembaatal puasa.
Saran dan Nasehat
Semoga bagian ini bisa memberi pencerahan tambahan.
Sebagaimana yang kita saksikan, kaum muslimin sangat semangat untuk menghindari pembatal puasa. Sampai yang sejatinya bukan pembatal sekalipun, mereka anggap sebagai pembatal puasa. Sekali lagi, ini karena semangat mereka agar puasanya diterima oleh Allah dan menjadi pahala.
Namun sayang, semangat semacam ini tidak diiringi dengan semangat untuk menghindari pembatal yang lebih berbahaya. Itulah PEMBATAL PAHALA PUASA. Kita sepakat bahwa ketika kita puasa, kita tidak mungkin bisa sempurna 100%. Artinya, puasa kita pasti ada yang kurang. Sebab utamanya, kita masih rajin melakukan pembatal pahala puasa. Apa itu? Itulah dosa dan maksiat.
Satu hadis yang patut kita taruh di depan pelupuk mata kita: dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Siapa yang tidak bisa meninggalkan ucapan Zur, dan mengamalkan Zur, maka Allah tidak butuh amalnya berupa meninggalkan makan dan minumnya (puasa).” (HR. Ahmda, Bukhari, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah dan yang lainnya).
Masya Allah, Allah tidak butuh puasa kita… bagaimana mungkin kita bisa berharap pahala dari-Nya?

Apa makna ucapan Zur dan perbuatan Zur?

Zur adalah kedustaan dan penyimpangan dari kebenaran. Ucapan zur adalah ucapan dusta dan semua ucapan yang menyimpang dari kebenaran. Sementara perbuatan Zur adalah semua tindakan maksiat yang Allah larang, yang merupakan konsekuensi dari penyimpangan terhadap kebenaran. (Syarh Dr. Dib Bagha untuk Shahih Bukhari, 3:26).

Sumber : konsultasisyariah.com




from Jom Dakwah http://ift.tt/2qAyDyN
via Kuliah Islam

Zakat Fitrah dengan Wang, Bolehkah?


Image result for Zakat Fitrah dengan Wang, Bolehkah?


Mengganti zakat fitrah (zakat fitri) dengan Wang

Assalamu ‘alaikum. Ustadz, bagaimana jika saya membayar zakat fitrah dengan wang, bukan dengan makanan pokok? Apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam? Jazakallahu khairan.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam.
Masalah ini termasuk kajian yang banyak menjadi tema pembahasan di beberapa kalangan dan kelompok yang memiliki semangat dalam dunia Islam. Tak heran, jika kemudian pembahasan ini meninggalkan perbedaan pendapat.
Sebagian melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang secara mutlak, sebagian memperbolehkan zakat fitrah dengan uang tetapi dengan bersyarat, dan sebagian lain memperbolehkan zakat fitrah dengan uang tanpa syarat. Yang menjadi masalah adalah sikap yang dilakukan orang awam. Umumnya, pemilihan pendapat yang paling kuat menurut mereka, lebih banyak didasari logika sederhana dan jauh dari ketundukan terhadap dalil. Jauhnya seseorang dari ilmu agama menyebabkan dirinya begitu mudah mengambil keputusan dalam peribadahan yang mereka lakukan. Seringnya, orang terjerumus ke dalam qiyas (analogi), padahal sudah ada dalil yang tegas.
Uraian ini bukanlah dalam rangka menghakimi dan memberi kata putus untuk perselisihan pendapat tersebut. Namun, ulasan ini tidak lebih dari sebatas bentuk upaya untuk mewujudkan penjagaan terhadap sunah Nabi dan dalam rangka menerapkan firman Allah, yang artinya, “Jika kalian berselisih pendapat dalam masalah apa pun maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (Q.s. An-Nisa’:59)
Allah menegaskan bahwa siapa saja yang mengaku beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka setiap ada masalah, dia wajib mengembalikan permasalahan tersebut kepada Alquran dan As-Sunnah. Siapa saja yang tidak bersikap demikian, berarti ada masalah terhadap imannya kepada Allah dan hari akhir.
Pada penjelasan ini, terlebih dahulu akan disebutkan perselisihan pendapat ulama, kemudian di-tarjih (dipilihnya pendapat yang lebih kuat). Pada kesempatan ini, Penulis akan lebih banyak mengambil faidah dari risalah Ahkam Zakat Fitri, karya Nida’ Abu Ahmad.

Perselisihan ulama “zakat fitrah dengan uang”

Terdapat dua pendapat ulama dalam masalah ini (zakat fitrah dengan uang). Pendapat pertama, memperbolehkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) menggunakan mata uang. Pendapat kedua, melarang pembayaran zakat fitri menggunakan mata uang. Permasalahannya kembali kepada status zakat fitri. Apakah status zakat fitri (zakat fitrah) itu sebagaimana zakat harta ataukah statusnya sebagai zakat badan?
Jika statusnya sebagaimana zakat harta maka prosedur pembayarannya sebagaimana zakat harta perdagangan. Pembayaran zakat perdagangan tidak menggunakan benda yang diperdagangkan, namun menggunakan uang yang senilai dengan zakat yang dibayarkan. Sebagaimana juga zakat emas dan perak, pembayarannya tidak harus menggunakan emas atau perak, namun boleh menggunakan mata uang yang senilai.
Sebaliknya, jika status zakat fitri (zakat fitrah) ini sebagaimana zakat badan maka prosedur pembayarannya mengikuti prosedur pembayaran kafarah untuk semua jenis pelanggaran. Penyebab adanya kafarah ini adalah adanya pelanggaran yang dilakukan oleh badan, bukan kewajiban karena harta. Pembayaran kafarah harus menggunakan sesuatu yang telah ditetapkan, dan tidak boleh menggunakan selain yang ditetapkan.
Jika seseorang membayar kafarah dengan selain ketentuan yang ditetapkan maka kewajibannya untuk membayar kafarah belum gugur dan harus diulangi. Misalnya, seseorang melakukan pelanggaran berupa hubungan suami-istri di siang hari bulan Ramadan, tanpa alasan yang dibenarkan. Kafarah untuk pelanggaran ini adalah membebaskan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin, dengan urutan sebagaimana yang disebutkan. Seseorang tidak boleh membayar kafarah dengan menyedekahkan uang seharga budak, jika dia tidak menemukan budak. Demikian pula, dia tidak boleh berpuasa tiga bulan namun putus-putus (tidak berturut-turut). Juga, tidak boleh memberi uang Rp. 5.000 kepada 60 fakir miskin. Mengapa demikian? Karena kafarah harus dibayarkan persis sebagaimana yang ditetapkan.

Di manakah posisi zakat fitri (zakat fitrah)?

Sebagaimana yang dijelaskan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini adalah bahwasanya zakat fitri (zakat fitrah) itu mengikuti prosedur kafarah karena zakat fitri (zakat fitrah) adalah zakat badan, bukan zakat harta. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa zakat fitri adalah zakat badan –bukan zakat harta– adalah pernyataan Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma tentang zakat fitri.
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, … bagi kaum muslimin, budak maupun orang merdeka, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa ….” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri (zakat fitrah), sebagai penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan yang menggugurkan pahala puasa dan perbuatan atau ucapan jorok ….”(H.r. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
Dua riwayat ini menunjukkan bahwasanya zakat fitri berstatus sebagai zakat badan, bukan zakat harta. Berikut ini adalah beberapa alasannya:
  1. Adanya kewajiban zakat bagi anak-anak, budak, dan wanita. Padahal, mereka adalah orang-orang yang umumnya tidak memiliki harta. Terutama budak; seluruh jasad dan hartanya adalah milik tuannya. Jika zakat fitri merupakan kewajiban karena harta maka tidak mungkin orang yang sama sekali tidak memiliki harta diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya.
  2. Salah satu fungsi zakat adalah penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan yang menggugurkan pahala puasa serta perbuatan atau ucapan jorok. Fungsi ini menunjukkan bahwa zakat fitri berstatus sebagaimana kafarah untuk kekurangan puasa seseorang.

Apa konsekuensi hukum jika zakat fitri (zakat fitrah) berstatus sebagaimana kafarah?

Ada dua konsekuensi hukum ketika status zakat fitri itu sebagaimana kafarah:
  1. Harus dibayarkan dengan sesuatu yang telah ditetapkan yaitu bahan makanan.
  2. Harus diberikan kepada orang yang membutuhkan untuk menutupi hajat hidup mereka, yaitu fakir miskin. Dengan demikian, zakat fitri tidak boleh diberikan kepada amil, mualaf, budak, masjid, dan golongan lainnya. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam, 25:73)
Sebagai tambahan wacana, berikut ini kami sebutkan perselisihan ulama dalam masalah ini.
Pendapat yang membolehkan pembayaran zakat fitri dengan uang
Ulama yang berpendapat demikian adalah Umar bin Abdul Aziz, Al-Hasan Al-Bashri, Atha’, Ats-Tsauri, dan Abu Hanifah.
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwa beliau mengatakan, “Tidak mengapa memberikan zakat fitri dengan dirham.”
Diriwayatkan dari Abu Ishaq; beliau mengatakan, “Aku menjumpai mereka (Al-Hasan dan Umar bin Abdul Aziz) sementara mereka sedang menunaikan zakat Ramadan (zakat fitri) dengan beberapa dirham yang senilai bahan makanan.”
Diriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabah, bahwa beliau menunaikan zakat fitri dengan waraq (dirham dari perak).

Pendapat yang melarang pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) dengan uang

Pendapat ini merupakan pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Mereka mewajibkan pembayaran zakat fitri menggunakan bahan makanan dan melarang membayar zakat dengan mata uang. Di antara ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad. Bahkan, Imam Malik dan Imam Ahmad secara tegas menganggap tidak sah jika membayar zakat fitri mengunakan mata uang. Berikut ini nukilan perkataan mereka.
Perkataan Imam Malik
Imam Malik mengatakan, “Tidak sah jika seseorang membayar zakat fitri dengan mata uang apa pun. Tidak demikian yang diperintahkan Nabi.” (Al-Mudawwanah Syahnun)
Imam Malik juga mengatakan, “Wajib menunaikan zakat fitri senilai satu sha’ bahan makanan yang umum di negeri tersebut pada tahun itu (tahun pembayaran zakat fitri).” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam Asy-Syafi’i
Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Penunaian zakat fitri wajib dalam bentuk satu sha’ dari umumnya bahan makanan di negeri tersebut pada tahun tersebut.” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam Ahmad
Al-Khiraqi mengatakan, “Siapa saja yang menunaikan zakat menggunakan mata uang maka zakatnya tidak sah.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah)
Abu Daud mengatakan, “Imam Ahmad ditanya tentang pembayaran zakat mengunakan dirham. Beliau menjawab, “Aku khawatir zakatnya tidak diterima karena menyelisihi sunah Rasulullah.” (Masail Abdullah bin Imam Ahmad; dinukil dalam Al-Mughni, 2:671)
Dari Abu Thalib, bahwasanya Imam Ahmad kepadaku, “Tidak boleh memberikan zakat fitri dengan nilai mata uang.” Kemudian ada orang yang berkomentar kepada Imam Ahmad, “Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz membayar zakat menggunakan mata uang.” Imam Ahmad marah dengan mengatakan, “Mereka meninggalkan hadis Nabi dan berpendapat dengan perkataan Fulan. Padahal Abdullah bin Umar mengatakan, ‘Rasulullah mewajibkan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.’ Allah juga berfirman, ‘Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.’ Ada beberapa orang yang menolak sunah dan mengatakan, ‘Fulan ini berkata demikian, Fulan itu berkata demikian.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2:671)
Zahir mazhab Imam Ahmad, beliau berpendapat bahwa pembayaran zakat fitri dengan nilai mata uang itu tidak sah.
Beberapa perkataan ulama lain:
  • Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Allah mewajibkan pembayaran zakat fitri dengan bahan makanan sebagaimana Allah mewajibkan pembayaran kafarah  dengan bahan makanan.” (Majmu’ Fatawa)
  • Taqiyuddin Al-Husaini Asy-Syafi’i, penulis kitab Kifayatul Akhyar (kitab fikih Mazhab Syafi’i) mengatakan, “Syarat sah pembayaran zakat fitri harus berupa biji (bahan makanan); tidak sah menggunakan mata uang, tanpa ada perselisihan dalam masalah ini.” (Kifayatul Akhyar, 1:195)
  • An-Nawawi mengatakan, “Ishaq dan Abu Tsaur berpendapat bahwa tidak boleh membayar zakat fitri menggunakan uang kecuali dalam keadaan darurat.” (Al-Majmu’)
  • An-Nawawi mengatakan, “Tidak sah membayar zakat fitri dengan mata uang menurut mazhab kami. Pendapat ini juga yang dipilih oleh Malik, Ahmad, dan Ibnul Mundzir.” (Al-Majmu’)
  • Asy-Syairazi Asy-Syafi’i mengatakan, “Tidak boleh menggunakan nilai mata uang untuk zakat karena kebenaran adalah milik Allah. Allah telah mengkaitkan zakat sebagaimana yang Dia tegaskan (dalam firman-Nya), maka tidak boleh mengganti hal itu dengan selainnya. Sebagaimana berkurban, ketika Allah kaitkan hal ini dengan binatang ternak, maka tidak boleh menggantinya dengan selain binatang ternak.” (Al-Majmu’)
  • Ibnu Hazm mengatakan, “Tidak boleh menggunakan uang yang senilai (dengan zakat) sama sekali. Juga, tidak boleh mengeluarkan satu sha’ campuran dari beberapa bahan makanan, sebagian gandum dan sebagian kurma. Tidak sah membayar dengan nilai mata uang sama sekali karena semua itu tidak diwajibkan (diajarkan) Rasulullah.” (Al-Muhalla bi Al-Atsar, 3:860)
  • Asy-Syaukani berpendapat bahwa tidak boleh menggunakan mata uang kecuali jika tidak memungkinkan membayar zakat dengan bahan makanan.” (As-Sailul Jarar, 2:86)
Di antara ulama abad ini yang mewajibkan membayar dengan bahan makanan adalah Syekh Ibnu Baz, Syekh Ibnu Al-Utsaimin, Syekh Abu Bakr Al-Jazairi, dan yang lain. Mereka mengatakan bahwa zakat fitri tidak boleh dibayarkan dengan selain makanan dan tidak boleh menggantinya dengan mata uang, kecuali dalam keadaan darurat, karena tidak terdapat riwayat bahwa Nabi mengganti bahan makanan dengan mata uang. Bahkan tidak dinukil dari seorang pun sahabat bahwa mereka membayar zakat fitri dengan mata uang. (Minhajul Muslim, hlm. 251)
Dalil-dalil masing-masing pihak
Dalil ulama yang membolehkan pembayaran zakat fitri dengan uang:
  1. Dalil riwayat yang disampaikan adalah pendapat Umar bin Abdul Aziz dan Al-Hasan Al-Bashri. Sebagian ulama menegaskan bahwa mereka tidak memiliki dalil nash (Alquran, al-hadits, atau perkataan sahabat) dalam masalah ini.
  2. Istihsan (menganggap lebih baik). Mereka menganggap mata uang itu lebih baik dan lebih bermanfaat untuk orang miskin daripada bahan makanan.
Dalil dan alasan ulama yang melarang pembayaran zakat dengan mata uang:
Pertama, riwayat-riwayat yang menegaskan bahwa zakat fitri harus dengan bahan makanan.
  • Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering ….” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
  • “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, … sebagai makanan bagi orang miskin .…” (H.r. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
  • Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Dahulu, kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan, satu sha’ gandum, satu sha’ kurma, satu sha’ keju, atau satu sha’ anggur kering.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
  • Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Dahulu, di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan.” Kemudian Abu Sa’id mengatakan, “Dan makanan kami dulu adalah gandum, anggur kering (zabib), keju (aqith), dan kurma.” (H.r. Al-Bukhari, no. 1439)
  • Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskanku untuk menjaga zakat Ramadan (zakat fitri). Kemudian datanglah seseorang mencuri makanan, lalu aku berhasil menangkapnya ….”(H.r. Al-Bukhari, no. 2311)
Kedua, alasan para ulama yang melarang pembayaran zakat fitri dengan mata uang.
1. Zakat fitri adalah ibadah yang telah ditetapkan ketentuannya.
Termasuk yang telah ditetapkan dalam masalah zakat fitri adalah jenis, takaran, waktu pelaksanaan, dan tata cara pelaksanaan. Seseorang tidak boleh mengeluarkan zakat fitri selain jenis yang telah ditetapkan, sebagaimana tidak sah membayar zakat di luar waktu yang ditetapkan.
Imam Al-Haramain Al-Juwaini Asy-Syafi’i mengatakan, “Bagi mazhab kami, sandaran yang dipahami bersama dalam masalah dalil, bahwa zakat termasuk bentuk ibadah kepada Allah. Pelaksanaan semua perkara yang merupakan bentuk ibadah itu mengikuti perintah Allah.” Kemudian beliau membuat permisalan, “Andaikan ada orang yang mengatakan kepada utusannya (wakilnya), ‘Beli pakaian!’ sementara utusan ini tahu bahwa tujuan majikannya adalah berdagang, kemudian utusan ini melihat ada barang yang lebih manfaat bagi majikannya (daripada pakaian), maka sang utusan ini tidak berhak menyelisihi perintah majikannya. Meskipun dia melihat hal itu lebih bermanfaat daripada perintah majikannya . (Jika dalam masalah semacam ini saja wajib ditunaikan sebagaimana amanah yang diberikan, pent.) maka perkara yang Allah wajibkan melalui perintah-Nya tentu lebih layak untuk diikuti.”
Harta yang ada di tangan kita semuanya adalah harta Allah. Posisi manusia hanyalah sebagaimana wakil. Sementara, wakil tidak berhak untuk bertindak di luar batasan yang diperintahkan. Jika Allah memerintahkan kita untuk memberikan makanan kepada fakir miskin, namun kita selaku wakil justru memberikan selain makanan, maka sikap ini termasuk bentuk pelanggaran yang layak untuk mendapatkan hukuman. Dalam masalah ibadah, termasuk zakat, selayaknya kita kembalikan sepenuhnya kepada aturan Allah. Jangan sekali-kali melibatkan campur tangan akal dalam masalah ibadah karena kewajiban kita adalah taat sepenuhnya.
Oleh karena itu, membayar zakat fitri dengan uang berarti menyelisihi ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana telah diketahui bersama, ibadah yang ditunaikan tanpa sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya adalah ibadah yang tertolak.
2. Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum sudah ada mata uang dinar dan dirham.
Akan tetapi, yang Nabi praktikkan bersama para sahabat adalah pembayaran zakat fitri menggunakan bahan makanan, bukan menggunakan dinar atau dirham. Padahal beliau adalah orang yang paling memahami kebutuhan umatnya dan yang paling mengasihi fakir miskin. Bahkan, beliaulah paling berbelas kasih kepada seluruh umatnya.
Allah berfirman tentang beliau, yang artinya, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat berbelas kasi lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Q.s. At-Taubah:128)

Sumber : konsultasisyariah.com




from Jom Dakwah http://ift.tt/2rUmyYV
via Kuliah Islam

Hukum Menggunakan Lipstik Ketika Puasa

Image result for Hukum Menggunakan Lipstik Ketika Puasa


Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Ustadz, saya mau tanya, apa hukumnya memakai lipgloss atau lipstik ketika puasa? Apakah membatalkan puasa?
Alkatiri (queen**@***.com)

Jawaban:
Wa’alaikumussalam.
Semua bahan kecantikan yang diletakkan di kulit luar, baik yang berbau maupun yang tidak berbau, baik untuk pengobatan dan pelembab maupun untuk kecantikan, atau tujuan lainnya, tidaklah termasuk pembatal puasa, kecuali jika orang yang memakai obat-obatan tersebut menelannya.
Sementara, sebatas ada rasa di mulut, tidak memberikan dampak buruk bagi puasanya, selama tidak ada bagian sedikit pun yang tertelan ke lambung.
Syekh Abdul Aziz bin Baz, dalam Majmu’ Fatawa, pernah ditanya, “Apa hukum menggunakan celak dan peralatan kecantikan lainnya di bulan Ramadan? Apakah bisa membatalkan puasa?”
Beliau menjawab, “Bercelak tidaklah membatalkan puasa, baik bagi lelaki maupun wanita, menurut pendapat yang paling kuat. Hanya saja, menggunakan benda ini di malam hari itu lebih baik bagi orang yang puasa. Demikian pula, pengaruh dari penggunaan obat perawatan wajah, seperti sabun, minyak, dan yang lainnya, yang hanya mengenai bagian luar kulit, termasuk pacar, make-up, dan semacamnya, semua itu boleh dilakukan oleh orang yang berpuasa. Hanya saja, tidak boleh menggunakan make-up jika bisa membahayakan wajah. Allahu waliyyut taufiq.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15:260)
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menggunakan krim bagi orang puasa, untuk menghilangkan kekeringan di bibir.
Beliau menjawab, “Diperbolehkan bagi seseorang untuk melembabkan bibir atau hidungnya dengan menggunakan krim, atau membasahinya dengan air, dengan kain, atau semacamnya. Namun, perlu dijaga, jangan sampai ada bagian yang masuk ke perutnya. Jika ada yang masuk ke perut tanpa sengaja maka puasa tidak batal. Sebagaimana orang yang berkumur, kemudian tiba-tiba ada bagian yang masuk ke perut tanpa sengaja, puasanya tidak batal.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 19:224)
Allahu a’lam.


Sumber : konsultasisyariah.com




from Jom Dakwah http://ift.tt/2qAVPwJ
via Kuliah Islam

Baca Dua Ayat Ini Setiap Malam, Nescaya Allah Lancarkan Rezeki..



Ada dua ayat di dalam Al Qur’an yang jika dibaca setiap malam maka orang yang membacanya akan diberikan kecukupan. Dua ayat saja? Iya, hanya dua ayat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ بِالآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِى لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

“Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al Baqarah pada malam hari, niscaya ia tercukupi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam Nuzhatul Muttaqin syarh Riyadhush Shalihin, Syaikh DR Mustofa SaidAl Khin, Syaikh DR Mustofa Al Bugho, Syaikh Muhyidin Mistu, Syaikh AliAsy Syirbaji dan Syaikh Muhammad Amin Luthfi menerangkan bahwa salah satu makna tercukupi dalam hadits ini adalah tercukupi keperluan dunia dan akhiratnya serta terhindarkan dari semua keburukan.

Hadits ini pula yang dicantumkan oleh Ibnu Katsir saat menjelaskan keutamaan dua ayat terakhir surat Al Baqarah ini dalam tafsirnya. Dua ayat terakhir dalam surat Al Baqarah tersebut tidak lain adalah firman-Nya:

آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِا للَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Rasul telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an) dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeza-bezakan seseorang pun di antara rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” 

(QS. Al Baqarah: 285-286)


from Jom Dakwah http://ift.tt/2rmYnSz
via Kuliah Islam

Dari 10 Aplikasi Arah Kiblat Diuji, Hanya Dua Tunjuk Arah Kiblat Dengan Tepat, Ada Tersasar Hingga 45 Darjah



Hanya dua daripada sepuluh aplikasi arah kiblat yang diuji menunjukkan arah kiblat yang tepat, manakala tujuh lagi tersasar antara lima hingga 10 darjah kiri dan kanan dari arah kiblat, dan satu lagi tersasar sehingga 45 darjah, lapor Berita Harian.

Ujian yang dijalankan oleh akhbar tersebut dan kerjasama Persatuan Falak Syar'i Malaysia (PFSM) menyatakan dari sepuluh aolikasi berkenaan hanya myJakim dan Qibla Kaabah yang menunjukkan arah yang tepat.

Yang dipertua Persatuan Falak Syar'i Malaysia (PFSM), Syed Kamarulzaman Syed Kabeer menasihati orang ramai supaya tidak terlalu bergantung kepada aplikasi itu kerana ia mempunyai kelemahan, ataranya gangguan tarikan medan magnet.

“Walaupun sudah ditentu ukur, ketepatan arah kiblat menggunakann aplikasi itu boleh dipertikai kerana terdapat gangguan dan kelemahan lain seperti medan magnet.”

“Peralatan dan sumber elektrik yang berada di sekitar kawasan juga mengganggu fungsi kompas kerana setiap wayar peralatan itu akan mengeluarkan medan elektrik.

“Gangguan terbesar adalah besi yang berada di sekeliling dan walaupun kita tidak melihat kewujudan besi, di dalam setiap bangunan atau lantai mempunyai besi yang tertanam.

“Gangguan yang tidak nampak inilah menjadi kelemahan terbesar aplikasi berkenaan,” tambahnya.

Menurut beliau, apa yang lembih membimbangkan ada dakwaan yang menyatakan ada antara aplikasi terbabit dihasilkan oleh individu tidak bertanggungjawab yang hanya mahu mengaut keuntungan.

Akhbar berkenaan turut menyatakan ada pihak dengan sengaja menghasilkannya dengan tidak menghala ke Kaabah bagi tujuan tertentu.

"Terlalu banyak aplikasi ini sehingga boleh didapati dengan mudah dan percuma, malah kita tidak tahu aplikasi mana yang sudah diiktiraf dan pada masa sama atas dasar apa serta formula apa aplikasi ini diwujudkan," kata Syed Kamarulzaman lagi.

Sumber: Siakap Keli


from Jom Dakwah http://ift.tt/2skOiCK
via Kuliah Islam

Makanan dan Minuman Yang Perlu Di Elak Ketika Bersahur dan Berbuka



Walaupun sudah hampir 1 minggu Ramadan, ada juga pembaca yang mungkin tidak tahu makanan dan minuman apa yang sepatutnya dan sesuai diambil semasa sahur dan berbuka puasa. Jadi kami ingin kongsikan jenis makanan yang sesuai diambil semasa sahur dan berbuka puasa.

Makanan semasa bersahur harus kaya dengan karbohidrat kompleks dan serat. Cuba makanan yang kaya dengan serat seperti roti bijirin penuh, bijirin tinggi serat, oat, buah-buahan dan sayur-sayuran. Ini akan membuat anda berasa kenyang untuk tempoh yang lebih lama dan membantu mengekalkan paras glukosa darah yang stabil.

Cuba juga termasuk makanan protein yang tinggi seperti ikan, daging, susu, telur atau yogurt semasa sahur. Protein mengambil masa yang lama untuk dicerna.

Sahur: Apa yang perlu diminum

1. Air. Ini adalah mesti. Pastikan anda minum air yang banyak sebelum anda mula puasa.

2. Susu. Susu adalah baik untuk minum kerana ia memberi kalsium, vitamin D, dan protein.

3. Gatorade, Livita, 100Plus. Mempunyai elektrolit yang membantu menjaga supaya badan tidak terhidrat.

4. Jus buah-buahan. Amalkan minum jus buah-buahan yang anda buat sendiri ataupun hanya beli jus buah tanpa gula di kedai. Ia memberikan anda tenaga selain pelbagai khasiat vitamin dan disyorkan oleh pakar pemakanan.

Sahur : Apa yang boleh dielakkan


1. Kafein. Minum teh, kopi, atau mana-mana minuman berkafein pada waktu sahur bukan idea yang baik. Kafein adalah diuretik, jadi ini bermakna yang akan membuat anda mencerna dengan lebih cepat dan anda akan kehilangan banyak cecair. Jika anda perlu minum kafein, minum dalam kuantiti yang kecil dan kemudian minum banyak air.

2. Minuman manis: Cuba untuk tidak mempunyai terlalu banyak minuman bergula pada waktu sahur.

Apa yang perlu minum pada waktu berbuka puasa


1. Air. Ya sekali lagi air. Menambah apa yang badan anda telah hilang.

2. Gatorade.  Sama seperti sebab nombor 1.

3. Teh, kopi, dan mana-mana air berkafein. Sekarang adalah masa untuk minum air  berkafein anda.

Sumber: Wanista


from Jom Dakwah http://ift.tt/2rTah7b
via Kuliah Islam

Tuesday, 30 May 2017

Raja Salman Nasihati Cara Minum Donald Trump ‘Pakai Tangan Kanan’

Presiden Amerika Donald Trump melawat Arab Saudi. Ini adalah lawatan pertama Trump ke luar negeri selepas di lantik menjadi presiden.

Video tersebut menunjukkan Raja Salman menasihati Trump untuk minum menggunakan tangan kanan.

Jamuan itu dilakukan selepas seharian Trump dan Isterinya mengikuti siri acara kenegaraan dengan Raja Salman.

Dalam video tersebut, Trump awalnya, mengambil cawan kecil dan hendak meminumnya dengan tangan kiri. Raja Salman kemudian menjelaskan, "Dengan tangan kanan".

Trump lantas membalas, "Selalu pakai tangan kanan, benar. Selalu pakai tangan kanan. "

Berikut video tentang nasihat Raja Salman itu.


from Detik Islam http://ift.tt/2rm1lX9
via Masa Untuk Islam

Tujuh Cara Menghalau Lalat


7 Cara Menghalau Lalat

Petua Nenek

Adakah anda tidak suka dengan kehadiran lalat di rumah anda? Jom ketahui teknik menghalau lalat di sini..

Lalat merupakan sejenis serangga yang mampu terbang dan boleh menyebarkan penyakit, diisebabkan cara permakanan dan sifatnya yang sering terbang ke tempat yang kotor seperti dalam tandas, tempat sampah dan sebagainya.

Lalat juga adalah salah sejenis serangga perosak yang paling mudah dijumpai. Namun begitu, jenis lalat buah dan bunga tidak dikategorikan sebagai pembawa penyakit.
Kehadiran lalat pasti lalat merimaskan sesiapa sahaja yang berhadapan dengan situasi ini. Selain bunyi yang dikeluarkan ketika terbang, ia suka menghinggap pada badan kita dan keadaan tersebut sangat menganggu.

Berikut adalah senarai petua bagaimana hendak menghalau lalat.

1) Ambil dua batang lilin dan nyalakannya. Kemudian letakkan di atas meja makan atau di kawasan hidangan. Haba daripada lilin amat tidak disukai lalat.

2) Masukkan beberapa kuntum bunga cengkih ke dalam mangkuk atau cawan berisi air. Biarkan terdedah di ruang dapur.

3) Letakkan secekak daun kari dalam bekas berisi air dan biarkan di sudut tempat makan atau hidangan.

4) Ambik beberapa biji cili besar dibelah dua dan letakkan di atas meja.

5) Tumbuk kulit kayu manis sehingga hancur. Kemudian taburkan pada meja makan jika anda tidak mahu lalat datang ke meja makan tersebut.

6) Kibaskan daun belimbing kepada lalat yang sedang terbang. Selepas itu lalat akan pergi jauh.

7) Bagi mengurangkan lalat hinggap pada makanan, sediakan satu uncang yang diisi kulit kayu manis, bunga lawang dan cengkih di dalamnya. Gantungkan pada ruang makan yang terdapat lalat.

Keberkesanan petua-petua di atas untuk menghalau lalat adalah sementara, sekiranya anda mengamalkan kebersihan luar dan dalam rumah, sudah pasti lalat tidak akan hadir di rumah anda. ‘Kebersihan yang bersih bermula daripada anda sendiri’. Jagalah kebersihan di kawasan anda agar anda tidak di timpa penyakit di kemudian hari.

Sumber: http://ift.tt/2qvQGoY

from Jom Dakwah http://ift.tt/2rgn8NY
via Kuliah Islam

Adab Makan dan Minum Mengikut Sunnah Nabi SAW


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

سْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

Segala puji bagi Allah, Rabb sekelian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad SAW keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat.

Sahabat yang dirahmati Allah,
Nabi Muhammad SAW diutuskan sebagai pembawa rahmat (kebaikan) kepada sekalian alam. Nabi s.a.w banyak mengajarkan kita tentang cara hidup seharian yang bersendikan kepada 'aqidah dan ibadah', sejak kita mula bangun pagi, masuk tandas, makan dan minum, memakai pakaian, menaiki kenderaan, mula bekerja, pulang kerumah, berehat dan tidur.

Sukatan makan dan minum yang menjadi panduan hidup orang Mukmin adalah berdasarkan sabda Nabi SAW  yang maksudnya : "Adalah kami para Nabi, kami tidaklah hidup kenyang."

Nabi SAW  tidak makan sebelum baginda merasa lapar dan lebih dahulu berhenti sebelum sampai ke tahap kenyang atau merasa puas.

Sahabat yang dimuliakan,
Terdapat beberapa adab-adab makan dan minum cara Nabi SAW  untuk menjadi panduan kita semua untuk mendapat keberkatan di sisi Allah s.w.t  dengan mengikut sunnah baginda.

Pertama : Membasuh tangan sebelum makan.

Nabi SAW  bersabda maksudnya : "Keberkatan makanan itu ialah membasuh (tangan) sebelumnya (sebelum makan) dan membasuh selepasnya."
(Hadis Riwayat Abu Daud dan Turmudzi).

Dari Sayyidah Aisyah r. 'anha bahawa Rasulullah SAW  apabila berjunub, maka baginda berwudhu' (seperti wudhu') untuk solat dan apabila baginda ingin makan baginda membasuh kedua tangannya (lebih dahulu).

Kedua : Membaca Bismillaah. (Bismillahirahmanirrahim)

Sabda Nabi SAW  yang bermaksud : "Apabila seseorang lelaki memasuki rumahnya, lalu dia menyebut Allah (membaca Bismillaah) di kala masuk dan di kala makan, maka berkata syaitan : "Tiadalah peluang aku bermalam dengan kamu dan tiadalah pada makanan malam kamu." Dan apabila seorang masuk ke rumahnya , maka dia tidak menyebut Allah di kala memasukinya, maka berkata syaitan : "Aku akan bermalam dengan kamu."
Seterusnya apabila dia tidak menyebut Allah di kala makan, maka syaitan akan berkata : "Aku akan dapat bermalam dan makan malam (bersama kamu; kongsi makan)"
 (Hadis Riwayat Muslim)

Nabi SAW telah bersabda kepada seorang kanak-kanak yang makan di samping baginda maksudnya : "Wahai kanak-kanak, sebutlah nama Allah.."
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Ketiga : Membaca doa makan.

 Sabda Nabi SAW, yang maksudnya :
"Allaahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinna'adzaabannar.
maksudnya : Ya Allah, berkahilah rezeki  yang Engkau rezekikan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa Neraka." (Hadis Riwayat Ibnu As-Sunni)

Hadis riwayat At-Tirmizi dan Ibnu Majah satu doa yang diajar oleh Nabi SAW. bila hendak makan: 'Allahumma barik lana fihi wa ath ighmna khairan minhu',
maksudnya: "Ya Allah, berilah keberkatan kepada kami pada makanan ini dan kurniakanlah kepada kami makanan yang lebih baik daripadanya."

Keempat : Makan dan minum dengan tangan kanan.

Diriwayatkan daripada Abdullah bin Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAW  bersabda yang maksudnya : "Apabila salah seorang di antara kamu makan, hendaklah dia makan dengan menggunakan tangan kanannya dan apabila dia minum hendaklah dia minum dengan menggunakan tangan kanannya kerana sesungguhnya syaitan itu, dia makan dengan menggunakan tangan kirinya dan minum juga dengan menggunakan tangan kirinya."
 (Hadis Riwayat  Muslim).

Makruh makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri kerana ianya adalah di antara adat-adat syaitan dan sesiapa yang melakukan sedemikian, bererti dia menyerupanya. Termasuk juga apabila kita mengambil lauk pauk di dalam majlis hendaklah menggunakan tangan kanan bukan  tangan kiri kerana adat melayu yang mengambil lauk tangan kiri (takut sudu kotor) adalah tidak ikut sunnah.

Kelima : Makan makanan yang mengiringi (makanan yang terdekat)

Nabi SAW  bersabda maksudnya : "..dan makanlah (dengan memulakan makan) makanan yang mengiringi engkau."
(Hadis Riwayat Bukhari).

Dalam hadis yang lain Nabi SAW  bersabda maksudnya : "Hendaklah kamu menyebut nama Allah (dikala hendak makan) dan hendaklah setiap orang (mula) makan makanan yang mengiringinya." (Hadis Riwayat Bukhari)

Maksud makanan yang mengiringi adalah makanan yang terdekat kerana menjadi adab Islam mengutamkan makanan yang berdekatan daripada mengambil makanan yang berdekatan dengan rakannya. Selepas itu barulah ia mengambil makanan yang jauh sedikit daripadanya.

Keenam : Mula makan tepian bukan tengah.

Sabda Nabi SAW. maksudnya : "Apabila seseorang kamu makan suatu makanan, maka janganlah dia (mula) makan makanan yang berada di puncak pingan (bahagian tengah), akan tetapi hendaklah dia memakan makanan daripada dahagian di sebelah bawahnya (tepi yang berdekatan dengannya) kerana sungguhnya keberkatan itu turun daripada puncaknya (kebawah)" (Hadis Riwayat Abu Daud).

Dalam hadis yang lain Nabi s.a.w. bersabda maksudnya : "Sesungguhnya keberkatan itu turun ke bahagian tengah makanan, maka kamu makanlah daripada bahagian yang di tepinya (yang mendekatimu) dan janganlah kamu makan daripada bahagian tengahnya (puncaknya)"

Ketujuh : Duduk semasa makan.

Makan dan minum secara berdiri adalah bukan daripada adab Islam kerana Nabi SAW menunjukkan contoh makan dan minum baginda secara duduk.

Pada satu ketika Nabi SAW  telah dihadiahkan sesekor kambing yang telah dimasak. Maka baginda turun makan secara berlutut. Tiba-tiba bertanya seorang Arab Desa kepada baginda. "Duduk apakah ini?". Maka baginda SAW  menjawab : "Sungguhnya Allah telah menjadikan saya seorang hamba yang pemurah, dan Dia (Allah) tidaklah menjadikan saya seorang yang tidak kenal belas kasihan lagi keras kepala (derhaka)."
(Hadis Riwayat Abu Daud).

Kelapan : Makan dengan tiga putung jari.

Kaab bin Malik memberitakan : "Adalah kebiasaan Rasulullah SAW  menjemput makanan dengan menggunakan tiga putung jari."
(Hadis Riwayat Muslim)

Menjemput makanan dengan kurang daripada tiga jari menunjukkan kesombongan, manakala  menjemput dengan lebih tiga putung jari pula menandakan buruk makan. Kerana bila makan roti, buah tamar atau kuih muih eloklah gunakan tiga putung jari. Tetapi jika makan nasi perlu menggunakan putung lima jari kerana bersesuaian dengan jenis makanan. Begitu juga makan bubur nasi , bubur kacang atau sop perlu menggunakan sudu pula.

Kesembilan : Tidak mencela atau mengaibkan makanan.

Abu Hurairah r.a. pernah memberitakan bahawa : "Tiadalah sekali-kali Nabi SAW mengaibkan makanan (yang dihidang), jika baginda berselera baginda memakannya dan jika baginda tidak ingin baginda meninggalkannya."
(Hadis Riwayat Bukhari)

Perkataan mengaibkan atau merendah-rendahkan makanan itu seperti seseorang sedang makan ia berkata, "Makanan ini tawar ebar, masam rebam, masin perat, pedas gila, mentah dan sebagainya. Terutama ketika berbuka puasa.

Tujuan kata-kata itu bermaksud mencela makanan tersebut termasuk menyindir orang yang memasaknya kurang prihatin tentang rasanya. Jika ingin menegur pun eloklah secara hikmah untuk kebaikan akan datang dan bukan diucapkan semasa menjamu selera kerana boleh menjatuhkan maruah orang lain.

Nabi SAW  pernah dijamu sejenis biawak padang pasir (dhabb), dikala baginda ditanyakan : "Adalkah dia haram?". Baginda menjawab ; "Tidak! Cuma dia tidak (hidup) di bumi kaumku, maka tidaklah seleraku untuk memakannya." (Hadis Riwayat Bukhari)

Juga sebagaimana terdapat dalam suatu kisah kaum ini (Quraisy) di kala ditanyakan Nabi SAW : "Adakah binatang ini haram?" Maka baginda menjawab : "Tidak! Akan tetapi saya tidak menyukainya disebabkan baunya." (Hadis Riwayat Muslim)

Kesepuluh : Bercakap semasa menjamu selera.

Semasa makan para ulama menggalakkan bercakap mengenai kebaikan makanan, percakapan-percakapan baik dan kisah-kisah orang soleh sekitar makanan dan selainnya.

Semasa makanan berada dimulutnya jangan bercakap kerana perbuatan tersebut adalah buruk bila makan bersama orang lain. Kerana ditakuti makanan terhambur ke muka orang lain. Jika boleh semasa mengunyah hendaklah tidak berbunyi.

Kesebelas : Makan suapan terjatuh.

Jaabir bin Abdullah r.a. meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW  bersabda maksudnya ; "Apabila suapan seseorang kamu terjatuh, maka hendaklah dia mengambilnya, hendaklah dia membuang kemudharataan padanya dan hendaklah dia memakannya dan janganlah dia meninggalkannya kepada syaitan (secara membazir)"
(Hadis Riwayat Muslim)

Di galakkan memakan suapan (makanan) yang terjatuh, jika boleh dibasuh seberapa boleh dan makan semula. Jika makanan tersebut jatuh dan lantai tersebut agak kotor maka makanan tersebut diambil juga dan diberikan kepada haiwan dan jangan dibuangkan dan ditinggalkan kepada syaitan. Ini menunjukkan Islam cukup menbenci perbuatan menbazir dan tidak menghormati makanan. Nasi-nasi yang terjatuh di meja makan hendaklah dikutib dan dimakan semula kerana kita tidak tahu keberkatan  rezeki ada dibutiran mana nasi yang terjatuh.

Kedua belas : Tidak bernafas dalam bekas minum.

Ibnu Abbas r.a menyatakan bahawa, "Sungguh Nabi SAW  melarang bernafas dalam bekas minum atau menghembuskan kedalannya."
(Hadis Riwayat Turmudzi)

Ketiga belas : Tidak makan banyak.

Rasulullah SAW  bersabda maksudnya : "Orang Mukmin makan menggunakan sebuah perut, sedangkan orang kafir itu makan menggunakan tujuh buah perut" (Hadis Riwayat Bukhari)

Hadis yang lain Nabi SAW  bersabda maksudnya : "Tiadalah wadah yang diisi anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya sendiri, dimana dia menyangka bahawa dengan beberapa suap makanan, maka punggungnya (kekuatannya) akan dapat tegak kembali. Seandainya dia terpaksa bersikap demikian juga, maka (isilah perutnya) sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan yang sepertiga lagi (kosongkan) untuk pernafasan (bernafas)." (Hadis Riwayat Turmudzi)

Keempat belas : Larangan makan sambil meniarap.

Saalim meriwayatkan daripada sumber bapanya ; "Bahawa Nabi SAW  melarang seorang lelaki makan sedang dia duduk meniarap"
(Hadis Riwayat Ibnu Majah)

Kelima belas : Jangan memerhatikan orang sedang makan.
Seseorang yang sedang makan bila diperhatikan akan menyebabkan tidak selesa.

Keenam belas : Menjempun para tetamu untuk makan : "Sila menjamu selera!" kepada para tetamu.

Rasulullah SAW bersabda : "Yang masih tinggal cuma saya dan engkau."
Abu Hurairah berkata ; " Benar tuan, wahai Rasulullah SAW"
Baginda berkata : "Sila duduk, sila minum!"
Maka saya duduk , lalu saya minum.
Maka baginda berkata lagi : "Minumlah!"
Lantas saya minum.

Ketujuh belasa : Sesudah makan menjilat pingan dan jari.

Sabda Nabi SAW  bermaksud : "Sungguh kamu tidaklah mengetahui (bahagian) manakah (makanan kamu) yang mengandungi keberkatan.'
(Hadis Riwayat Muslim)

Malah Rasulullah SAW  menyuruh umatnya agar menyapu makanan dalam pingan (untuk dimakan) .

"Perbuatan Nabi SAW  dimana baginda menjilat (dan menghisap) sisi-sisi makanan (serta memakannya) daripada tiga putung jari (yang menjemput makanan) sebelum lagi baginda menyapu jari-jarinya."
(Hadis Riwayat Musliam)

Kelapan belas : Larangan bangun meninggalkan makanan sehingga hidangan di angkat.

Sabda Nabi SAW  bermaksud : "Apabila telah dihidangkan suatu hidangan, maka janganlah seseorang bangun sehingga diangkatkan hidangan, dan janganlah dia menggerakkan tangannya (berhenti makan) sekalipun dia sudah kenyang sehinggalah kumpulan (bersamanya) selesai makan, dan hendaklah dia menunggu kumpulan itu, kerana sesungguhnya seorang lelaki itu akan merasa malu duduk (lagi), maka dia akan berhenti makan, dan barangkali dia masih perlu untuk makan."
(Hadis Riwayat Ibnu Majah)

Kesembilan belas : Memuji dan menyanjungi Allah.

Bila hidangan diangkatkan Nabi s.a.w memuji Allah SWT dengan doanya :
"Segala puji bagi Allah, sebagai pujian yang banyak, bagus dan diberkati. Kami tidaklah merasa cukup dengan seorang selain Engkau, kami tidaklah meninggalkan nikmat Engkau, dan kami tidaklah terkaya daripada kurniaan Tuhan kami."

Kedua puluh : Membasuh kedua tangan selepas makan.

Hadis dari sumber Salmaan r.a. telah pun di sebutkan berbunyi : "Keberkatan makanan itu ialah membasuh dua tangan sebelum dan sesudah makan."

Sahabat yang dikasihi.
Marilah sama-sama kita amalkan adab-adab makan dan minum yang diajarkan oleh Nabi SAW untuk menjadi peduman kita semua untuk mencari keberkatan dan mengikut sunnah baginda.

Sumber: http://ift.tt/2qvQGoY

from Jom Dakwah http://ift.tt/2qwvYdv
via Kuliah Islam

Monday, 29 May 2017

Asal-Usul Jabal Magnet Di Arab Saudi

Image result for jabal magnet

JABAL Magnet kian popular di Arab Saudi. Tempat ini menjadi kegemaran bagi para jemaah haji dan umrah-terutama dari Asia. Orang-orang takjub akan pelbagai fenomena yang jarang berlaku yang berlaku di Jabal Magnet, salah satunya kereta yang boleh mundur sendiri.

Jabal Magnet (Magnetic Hill) terletak kira-kira 60 kilometer dari Kota Madinah. Perjalanan menuju kawasan Jabal Magnet dari Madinah dipenuhi sejumlah perkebunan kurma dan hamparan bukit berbatuan. 10 kilometer menjelang Jabal Magnet, ada sebuah tasik buatan yang besar. Gunung Magnet didominasi warna hitam dan merah bata.

Di Jabal Magnet jarum penunjuk kompas tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Arah utara-selatan menjadi kacau. Selain itu, telefon bimbit boleh kehilangan isyarat bahkan rosak di lokasi itu.

Warga setempat menyebutnya 'Manthiqa Baidha,' yang bererti perkampungan putih. Namun, banyak yang menamainya Jabal Magnet. Daya dorong dan daya tarik magnet di berbagai bukit di sebelah kiri dan kanan jalan, membuat kenderaan yang melaju dengan kelajuan 120 kilo meter per jam, ketika memasuki kawasan ini, kelajuannya perlahan-lahan turun menjadi 5 kilo meter per jam.

Ketika sedang melakukan hajatnya, ia kaget bukan kepalang, keretanya berjalan sendiri dan makin lama makin kencang. Ia berusaha mengejar, tetapi tidak berhasil. Dan menurut kisahnya, keretanya tersebut baru berhenti setelah melencong ke tumpukan pasir di samping jalan.

Pada masa musim haji, banyak jamaah yang menyambanginya. Kerajaan Arab Saudi lalu membina jalan menuju lokasi tersebut. Di daerah yang terhitung hijau kerana banyak ditumbuhi pohon kurma itu, ia juga dilengkapi dengan sarana wisata lainnya. Ada khemah-khemah untuk pengunjung, ada kereta mini yang boleh disewa untuk merasakan tarikan medan magnet itu.

Secara geologi, fenomena Jabal Magnet boleh dijelaskan dengan logik. Kerana, Kota Madinah dan sekitarnya berdiri di atas Arabian Shield tua yang sudah berumur 700-an juta tahun. Kawasan itu berupa endapan lava "alkali basal" (theolitic basalt) seluas 180 ribu km persegi yang berusia muda (muncul 10 juta tahun silam dengan puncak intensitas 2 juta tahun silam).

Lava yang bersifat basa itu muncul ke permukaan bumi dari kedalaman 40-an kilo meter melalui zon rekahan sepanjang 600 kilo meter yang dikenali sebagai "Makkah-Madinah-Nufud volcanic line."

sumber islampos.com


from Detik Islam http://ift.tt/2rhmYrP
via Masa Untuk Islam